Jumat, 28 Oktober 2016

Apa Saja Isi Paket Kebijakan Ekonomi Jilid 14? Lihat Selengkapnya!

Apa Saja Isi Paket Kebijakan Ekonomi Jilid 14? Lihat Selengkapnya! - Di penghujung Oktober 2016 ini, kita masih menanti-nanti pengumuman resmi pemerintah tentang Paket Kebijakan Ekonomi Jilid 14. Menurut berita yang santer terdengar, paket kebijakan baru ini akan banyak mengatur soal pengembangan e-commerce.



Langkah apa yang akan diambil pemerintah untuk sektor e-commerce? Bagaimana pengaruh paket kebijakan baru ini terhadap perekonomian Indonesia dan pasar saham? Sektor apa saja yang berpotensi terkena dampaknya?

Supaya lebih jelas, kita simak ulasannya di bawah ini ya.

Tren E-Commerce

E-Commerce adalah kegiatan bisnis yang dilakukan secara online. Dengan sistem e-commerce, masyarakat tidak perlu lagi berbelanja ke pasar atau mall.

Cukup browsing dari komputer atau smartphone dan kita sudah bisa membeli berbagai barang maupun jasa yang kita perlukan.

Di Indonesia sendiri pasar e-commerce terhitung cukup luas. Menurut data Dirjen Perdagangan, setiap tahunnya konsumen e-commerce mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 25%.

Nilai transaksinya pun cukup besar. Sepanjang tahun 2014 saja, total transaksi online di Indonesia mencapai US$ 2,6 miliar atau setara dengan Rp 34,9 triliun. Dengan peminat yang terus bertumbuh, jumlah transaksi ini juga diproyeksikan akan terus naik setiap tahun.

Berdasarkan data AC Nielsen, komoditas yang paling banyak ditransaksikan melalui e-commerce adalah pakaian, peralatan rumah tangga, buku, tiket travel, serta gadget dan barang-barang elektronik.

Berbagai komoditas ini didistribusikan oleh sekitar 75 ribu pedagang online. Dalam beberapa tahun ke depan, jumlah pelaku e-commerce juga diproyeksikan akan terus bertambah hingga mencapai lima juta pedagang.

Tren bisnis inilah yang kemudian merangsang pemerintah untuk menerbitkan paket kebijakan baru soal e-commerce.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, kerap mengatakan bahwa pemerintah akan melakukan deregulasi untuk memudahkan sektor e-commerce berkembang.

Seandainya pemerintah memang punya strategi progresif untuk mendorong munculnya pemain baru dan mengembangkan pasar e-commerce, tentu akan ada sejumlah sektor saham yang bisa terkerek naik.

Saat pelaku dan konsumen e-commerce terus bertambah, pengguna jasa layanan internet tentu akan meningkat juga. Artinya, perusahaan-perusahaan di sektor telekomunikasi berpeluang besar untuk menggenjot bisnis mereka sekaligus menarik optimisme dari kalangan investor.

Selain telekomunikasi, perusahaan-perusahaan di sektor ritel juga jelas akan mendapat untung besar. Seperti sudah saya sebutkan, komoditas yang paling banyak ditransaksikan di e-commerce adalah barang kebutuhan sehari-hari seperti pakaian, alat rumah tangga, sampai tiket travel.

Artinya, jika e-commerce semakin berkembang, maka perusahaan-perusahaan ritel juga akan semakin laris. Sektor ritel akan mendapat banyak saluran distribusi dan promosi murah, serta mendapat peluang besar untuk meningkatkan laba mereka.

Dan pada kelanjutannya, sektor perbankan juga akan ikut mendapat sentimen positif, karena setiap transaksi e-commerce dilakukan lewat sistem transfer bank.

Menariknya lagi, pengembangan e-commerce ini bukan hanya berpeluang memberi dampak positif untuk industri ritel, telekomunikasi dan perbankan saja. Kalau dilihat dalam konteks yang lebih besar, usaha pengembangan e-commerce juga terkait erat dengan berbagai proyek percepatan pembangunan di seantero Indonesia.

E-Commerce Dalam Skenario Pembangunan Nasional

Saat ini pemerintah sedang berusaha mengatasi berbagai hambatan e-commerce dengan proyek-proyek yang berskala nasional. Apa saja hambatannya, dan apa solusinya? Mari kita lihat satu persatu.

1. Proyek Tol Laut, Sislognas, dan PLB
Salah satu hambatan aktivitas e-commerce di Indonesia adalah biaya transportasi dan logistik yang tinggi. Sebagaimana kita tahu, Indonesia merupakan negara kepulauan.

Oleh karena itu, ongkos pengiriman barang antar pulau masih cukup tinggi. Karena persoalan geografis ini, jangkauan serta kecepatan pengiriman barang pun menjadi sangat terbatas.

Untuk mengatasi masalah tersebut, kini pemerintah berfokus membangun infrastruktur pendukung yang bisa mengoptimalkan kinerja serta jangkauan pasar e-commerce. Infrastruktur yang dimaksud di sini adalah Tol Laut, Sistem Logistik Nasional (Sislognas), dan Pusat Logistik Berikat (PLB).

Fasilitas-fasilitas ini diharapkan dapat menekan ongkos distribusi serta meluaskan jangkauan e-commerce ke berbagai wilayah Indonesia, baik kota maupun desa.

2. Palapa Ring
Hambatan lain bagi aktivitas e-commerce di Indonesia adalah koneksi internet yang masih terbatas. Saat ini pengguna internet di Indonesia barulah berjumlah 38% dari total penduduk, itupun masih berkisar di seputaran wilayah Jawa dan Sumatera saja.

Artinya, masih banyak wilayah Indonesia yang belum tergarap. Untuk meluaskan lagi pasar e-commerce, saat ini pemerintah juga tengah mengerjakan proyek Palapa Ring, yaitu pembangunan serat optik yang bisa menyediakan sambungan internet untuk wilayah Barat, Tengah dan Timur Indonesia.

Perluasan koneksi internet ini diharapkan bisa membantu 56 juta usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang tersebar di seluruh Indonesia supaya bisa ikut menjalankan bisnis e-commerce.

Dengan berbagai proyek nasional ini, pemerintah memproyeksikan e-commerce bisa mendatangkan transaksi sebesar US$ 130 miliar pada tahun 2020, dan memberi sumbangsih yang signifikan dalam peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Pajak E-Commerce

Sayangnya, sampai saat ini pemerintah belum juga mengumumkan langkah spesifik yang akan ditempuh untuk mengembangkan e-commerce. Dengan begitu, kita masih sulit membaca efek paket kebijakan jilid 14 terhadap pasar modal.

Satu-satunya kepastian terkait paket kebijakan baru ini, pemerintah sudah mengumumkan akan memberlakukan pajak terhadap pelaku e-commerce. Tapi sayangnya, wacana tentang pengenaan pajak ini ternyata memancing keberatan dari kalangan pelaku usaha.

Keberatan itu disampaikan oleh Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Rosan Roeslani. Beberapa waktu lalu, Rosan sempat menyampaikan bahwa e-commerce ini merupakan industri yang masih baru di Indonesia dan didominasi oleh anak muda.

Karena itu, menurut Rosan di tahap ini pemerintah seharusnya memberi insentif, bukan memungut pajak.

Bukan cuma itu, keberatan juga diajukan oleh perwakilan Asosiasi E-Commerce Indonesia, Daniel Tumiwa. Menurut Daniel, pajak e-commerce akan membuat pelaku bisnis lokal tidak bisa bersaing dengan pemain dari luar negeri.

Daniel juga menambahkan bahwa seharusnya pemerintah berfokus untuk memungut pajak dari pelaku e-commerce asing di Indonesia, bukan pelaku lokal yang masih "hijau".

Pada akhirnya, sampai sekarang kita masih sama-sama menunggu kepastian tentang kebijakan e-commerce. Apakah paket kebijakan baru ini bisa mendorong penguatan e-commerce dan menarik banyak kepercayaan investor?

Atau justru pajaknya malah memberatkan pelaku e-commerce dan membuat investor menjadi pesimis? Apapun isinya nanti, kita tentu berharap agar paket kebijakan jilid 14 bisa membawa sentimen positif untuk pasar modal kita. (ang/ang)

0 komentar

Posting Komentar